Sabtu, 31 Januari 2009

Simpel, Penuh Pelajaran


Judul Buku : Luka di Champs Elysees

Penulis : Rosita Sihombing

Penerbit : Lingkar Pena

Tempat Terbit : Depok

Cetakan : I, Agustus 2008


Sumber : Sampul depan novel Luka di Champs Elysées
Ketika saya pertama kali melihat wujud novel ini di toko buku, saya berkata kepada diri saya sendiri, ‘Oh, ini ya novel yang ada di lomba resensi itu. Kavernya bagus. Bagaimana ya, ceritanya? Sebagus kavernya kah? Ikut lombanya aja kali ya?’ Lalu saya lihat cuplikan ceritanya di kaver belakang. Ceritanya, tentang TKW bernama Karimah yang kabur di jalan Champs Elyséeés dari majikannya. Kisah hidup seorang TKW rupanya. Saya putuskan untuk membeli novel karya Rosita Sihombing untuk saya nikmati, mencoba mengetahui ending kisah Karimah sang TKW. Siapa tahu menarik.
Novel Luka di Champs Elyséées merupakan jajaran novel religius, tampak dari letak novel tersebut dibariskan pada rak di toko buku. Selain itu, novel ini adalah satu-satunya novel yang ditulis oleh Rosita Sihombing di deretan tersebut. Seperti yang sudah pernah saya ketahui melalui pengumuman sebuah lomba resensi, novel Luka di Champs Elyséées merupakan novel pertama dari Sikrit—sapaan akrab Rosita Sihombing—.
Ternyata, kisahnya cukup sulit ditebak. Perjalanan Karimah tidak mudah diprediksi, terutama setelah Karimah kabur dari majikannya. Dimulai dari kelelahannya menghadapi kekasaran majikannya di Riyadh, Kari memuntuskan untuk melarikan diri di Paris ketika keluarga majikannya berlibur. Tidak disangka, Kari bertemu dengan seorang pemuda dan tinggal bersamanya hingga berbuah bayi perempuan. Kisah yang mengandung pelajaran hidup, kan?
Kisahnya memang tidak rumit, namun memiliki amanat yang patut dipelajari bagi pembacanya mengenai perjuangan TKW. Tidak mudah untuk bertahan hidup sebagai seorang TKW. Sakit hati diterima, tamparan menanti, sementara istirahat cukup saja tidak terjamin. Badan pun sakit dipukuli. Hanya sabar yang bisa dilakukan. Kurang lebih begitulah hidup—ada perjuangan.
Kari termasuk beruntung karena nyawanya tidak habis di tangan majikannya di Riyadh. Tidak seironis kisah nyata para TKW yang sering saya tonton di berita televisi. Banyak dari mereka yang mati cuma-cuma akibat ulah majikan. Akan tetapi, setidaknya perjalanan Kari cukup menggambarkan dunia TKI yang penuh pertaruhan.
Kari wanita yang baik, hanya saja sempat menipis imannya hingga melakukan kumpul kebo dengan pria asing yang ditemuinya. Padahal, ia sudah bersuami di tanah air dan memiliki seorang anak. Kari juga pejuang yang tangguh. Ia melakukan sebuah akhir untuk kisahnya di Paris dengan kemantapan hati.
Bagian favorit saya adalah bagian memperebutkan Maharani. Suasananya sangat emosional dan menegangkan. Ibarat menonton film, bagian seperti ini membuat penontonnya terdiam dan menonton dengan serius. Alur campurannya merupakan nilai tambah. Menurut saya, alur ceritanya memberikan sedikit greget yang menjadikan novel tersebut lebih cantik dan berkesan. Bahasa yang digunakan pun sederhana sehingga mudah dimengerti.
Novel ini sayangnya terlihat belum dapat bersaing dengan novel religius yang masuk daftar best seller. Bobot ceritanya masih kalah jauh, jalan ceritanya pun tidak mengejutkan. Termasuk buku hiburan sederhana yang masih kurang menarik kalangan kutu buku. Saya pernah membawa novel ini ke tempat kursus, lalu guru saya yang merupakan penggemar berat buku mengeryitkan dahi ketika melihat kavernya. Tampak tidak setuju jika saya membacanya. Akan tetapi hal tersebut wajar. Sangat wajar, karena novel ini adalah novel perdana dari sang penulis, bukan novel ke-sekian dari penulis. Bila dibandingkan dengan novel perdana lain karya penulis-penulis di luar sana, bisa jadi novel Luka di Champs Elyséées berada di jajaran best novel =), iya kaan?
Jika saya diminta untuk memberikan nilai dengan rentang 0-100, saya akan memberikan nilai 79 untuk novel ini, dengan catatan apabila dibandingkan dengan novel perdana lainnya dan novel sekelasnya. Kelas berapa novel ini? Lagi-lagi, apabila saya dominya untuk menentukan kelas berapa novel ini dalam rentang kelas 1-5, maka akan saya kelompokkan ke dalam kelas 3. Belum cukup membayar prasangka saya ketika akan membeli novel ini.
Akan lebih menarik apabila novel Luka di Champs Elyséées memiliki kisah lanjutan. Sejujurnya, saya ingin cerita yang banyak konflik. Dengan menambah cerita, mungkin bisa dibuat cerita bahwa kisah Kari setelah kembali ke Indonesia tidaklah mulus. Akan lebih menyenangkan kelihatannya. Jika seperti ini, maka seperti sinetron saja, kisahnya terhenti pada sebuah bagian yang justru ingin diketahui kelanjutannya.
Siapa itu Maharani? Apa yang terjadi selanjutnya? Semua bisa diketahui di novel ini. Yang jelas, kisahnya tidak mudah ditebak dan dramatis. Cocok dinikmati kita para remaja, juga orang dewasa para pencinta novel.

Minggu, 04 Januari 2009

Review Komik KambingJantan Book 1



Inovatif dan Kreatif,
Sayangnya Semi-Autobiografis


Gue suka banget sama komiknya, seperti karya Dika yang sebelumnya, yang satu ini tetap seru dan lucu. Keseluruhan, great job! Idenya adaaa aja gitu ya bikin komik. Inovatif, karena setau gue belum ada komik yang diangkat dari kisah hidup seseorang. Selain itu, komik ini sangat khas akan gaya bercerita Raditya Dika. Yap, overall, your first comic is a very great job! Gue satisfied.

Pertama, mulai dari cerita dan gambarnya. Match banget. Saling melengkapi dan bukan hanya itu, gambarnya lucu banget. Kocak. Udah gitu ekspresinya pas. Mulai dari yang lagi cengok sampe yang terharu bergaya lebay, semua ada. Tiap-tiap ekspresi bisa kelihatan banget bedanya. Gue salut sama Dio sang ilustrator. Dengan ngutak-atik gambar mata, alis, bibir, gigi, dan bagian-bagian muka lainnya, sejuta ekspresi bisa tercipta. Keren.

Bukan berarti cuma salut sama Dio lho, tapi gue tentunya juga terpesona sama Dika. Gue juga terkagum-kagum sama cerita kocaknya. Ga diragukan lagi kekonyolannya, gue udah percaya banget untuk yang satu ini sejak dulu. Cerita dalam komik ini ga pasaran dan ga mudah ditebak endingnya. Tau-tau pas ketahuan endingnya, gue udah ngakak dengan nista. Terutama cerita yang berjudul The Rambut of Gaul, gue bener-bener ga nyangka kalo ternyata Dika dimirip-miripin sama anjing terrier. Ekstrim.

Next, mengenai kaver komik. Sip deh. Gada yang bikin gue ga puas di bagian kavernya. Seluruh bagian kaver terpoles dengan oke. Kavernya yang timbul-timbul gitu gue suka. Ilustrasinya juga udah bagus, apalagi tampangnya Dika di kaver depan, sangat merefleksikan kebodohan yang terkandung di dalam komik. Sesuai dengan judulnya, KambingJantan--sebuah komik pelajar bodoh.

Sekeren apapun komik ini, masih belum perfect. Gue agak terganggu sama konsep semi-autobiografis yang diterapkan dalam komik ini. Terganggu? Iya, tapi bukan gara-gara ada kambing berkelamin jantan keluar dari komik ini menggentayangi gue tiap malem kok. Gue terganggu karena ngerasa ada yang mengganjal di hati dan pikiran gue ketika membaca komiknya, karena gue sadar bahwa komik ini bukanlah 100% diangkat dari kisah nyata dalam kehidupan penulis kesayangan gue ini. Kalo diliat dari maksud untuk menjadikan komik pertama dari Dika dan Dio ini se-perfect mungkin, bagus juga sih ide untuk sedikit banyak mengada-ada cerita yang sesungguhnya tidak terjadi. Akan tetapi, gue ngerasa ga sreg aja. Gue ngerasa harus tau kisah aslinya, gue pengen yang murni non fiksi. Mungkin ini naluri pengidola berat kambing, ya? Ingin selalu tau apapun tentang kambing, semua yang nyata tentang kambing. Jadi, bukan yang ada bohong-bohongannya. Ayo dong, di book 2 nanti, dibikin murni kisah nyata ya?!

Meskipun begitu, gue setuju sama gaya lebay yang diterapkan pada komik kambingjantan, baik cerita maupun gambarnya. Kelebayan dalam komik ini sangat mendukung perolehan hasil yang maksimal untuk menciptakan kesan gila, lucu, kocak, konyol, dan bodoh. Ga lebay, ga seru! Lagipula, dengan berlebay-lebayan, bukan berarti mengurangi keaslian cerita. Pembaca pasti bisa ngerti lah mana yang lebay dan mana yang engga.

Penyusunan buku juga udah oke. Kayak di komik-komik lainnya aja kan, terdiri atas beberapa subjudul gitu. Udah oke kok. Hanya aja, porsinya kurang. Hehe. Cuma ada 6 subjudul kan yah? Hem, tambahin dong dika, dio. Sampe setebel komik Nakayoshi gitu lah kira-kira. Biar tambah mantap dan kenyang bacanya. Gue baca seakan-akan gue lagi makan nasi padang dengan nasi setengah porsi. Meskipun terbilang lezat, namun porsinya minim banget. Kenyang juga engga. Bandingkan dengan kalo kita makan dengan nasi seporsi penuh, udah lezat, kenyang pula. Gapapalah harganya mahalan dikit, kan demi kepuasan juga. Dikit aja tapi lho, jangan keberatan harga juga. Secara, ongkos produksinya ga akan jauh beda kan dengan menambah jumlah halaman? Bener ga sih? Yap, semoga bener lah ya. Oya, dika kan jago bikin cerita, dan dio juga jago bikin ilustrasi komik, bahkan pas jam pelajaran aja Dio sempet-sempetnya gambar. Kalo gitu, bisa dong ya nambah jumlah halaman umtuk komik nomer selanjutnya?! Bisa ya? plis deh ya, gue memohon nih.

Halaman Adelaide Fact boleh juga tuh. Bagi gue, halaman-halaman tersebut merupakan hiburan tambahan di dalam komik terbitan gagasmedia ini. Poin plus plus gitu lah.
Sebuah komik pelajar bodoh ini sangat layak dibaca remaja bahkan orang dewasa sekalipun, terutama bagi yang sangat senang tertawa. Bukan sembarang bacaan, komik KambingJantan bisa menyihir para pembacanya menjadi penderita mules akut karena susah berhenti ketawa.

Okei, gitu aja sih dari gue. Akhir kata, gue mau bilang makasih karena Raditya Dika, Dio Rudiman, bersama dengan gagasmedia udah menghibur kami para pembaca dengan banyolan elit di komik KambingJantan Book 1.
Sukses selalu :D.